Okeh, ini agak creapy buat di percaya, tapi ini cuma sekedar opini gw.
Nikola Tesla prediksi suatu saat di masa depan akan ada "alat komunikasi canggih dan simple yg dapat di masukan di kantong celana" yaitu DILDO..hee salah Handphone.
Nikola Tesla dan Albert Einstein juga yakin bahwa adanya ruang waktu, yang dapat menembus ke masa depan maupun ke masa lalu..ea.. backflash/CLBK..hahaha...seriusan, mereka berdua itu bukan dukun tapi ahli nujum..dukun juga dongđ...serius mereka itu manusia pinter dengan ilmu pasti nya, bukan PHP.
Nah..gw berpendapat "suatu saat atau mungkin saat ini, mesin waktunya Doraemon ada di laci lo masing-masing..haaa..ngarep.."
Mungkin saat ini manusia masa depan udah ada di zaman kita saat ini, tapi kita ga tau, kalo tau ya udah sih sepele.
Menurut gw UFO itu, tetangga kita yang biasa dagang nasi uduk keliling, tapi di masa depan..tau ngapain itu UFO pade kelilingan di bumi, kenape kaga ke Indonesia aje kalo mang nyari semur jengkol, salah berkunjung die.
Mesin waktu maupun UFO, mereka nyata menurut gw, dan menurut gw juga...ibu kita gak prawan lagi pas lahirin kita..fakta
Po'onnye "The Conjuring" ada di deket ruma gw, tapi Annabelle nye gada, takut kena korona, Annabelle WorkFromHome https://www.instagram.com/p/CMSGgegnjYmX9DxZ_bkF2_2hn3BG4w-ehqrOj40/?igshid=1ub1zkqwmm5we
Nakano Takeko - The swan song of samurai warrior women
In 1868, Japan was facing drastic political changes. The arrival of American ships in 1853 forced a country who had been closed to foreigners for the last two centuries to open. This led a to movement of distrust toward the Tokugawa shogunate  and culminated in the restoration of the emperorâs power.
Some clans and domains didnât accept this situation and stayed loyal to the shogunate. Such was the case with the Matsudaira of Aizu. In autumn 1868,  Aizu came under attack by the imperial troops. Aizu was a conservative domain, its warriors strictly followed the samurai traditions. The women were trained with the naginata and to knew how to use a dagger for ritual suicide or self-defense.Â
When the imperial troops arrived, some women decided to commit suicide, taking with them their children or elderly relatives to avoid being a burden for the defenders or fearing capture. A woman named Kawahara Asako beheaded her daughter and stepmother before taking her naginata to fight against the invaders. She survived her first sortie and was ultimately forced to withdraw to the castle.
Other women decided to fight, and one of them was Nakano Takeko (1847-1868). Takeko was 22 when the battle began. The daughter of an Aizu councilor, she excelled in martial arts, poetry and calligraphy. On October 8, the alarm bell rang as the enemy managed to enter the town. Takeko immediately joined, with her mother, Kôko, and her 16 years old sister Masako (also sometimes called YÝko), a group made of men and women to fight the intruders.
The defenders, however, decided to close the castle gates and the three women found themselves blocked outside. They decided to join the outpost were the Aizu soldiers were stationed and were joined on the way by other women. Each of them had decided to cut their hair like a male samurai. They wore a white headband and a hakama. They had two swords at their belts and were armed with a naginata.
Between 20 and 30 women ultimately joined was later called the joshigun or âwomenâs unitâ. Takeko went to the leader of a squad of Aizu soldiers and asked to be allowed to fight. He refused at first, arguing that if the enemy saw women among the Aizu soldiers, they would think that the domain was on the verge of defeat. Takeko then threatened to commit suicide if she wasnât allowed to fight. She and the other women were placed under commander Furuya who ultimately accepted their demand.
The next day, the Aizu forces and the joshigun, attacked the imperial troops at Yanagi bridge, hoping to break through and go back to the castle. The women were unafraid, even if they had to charge at men equipped with firearms. When the enemies saw that they were women, they gave at first the order to capture them alive.Â
Takeko killed 5 or 6 men with her naginata, but was shot in the head and/or in the heart and died. Her younger sister didnât want Takekoâs head to be taken by the enemy as a trophy. She thus tried to cut it, but couldnât do it and asked an Aizu soldier for help. Masako managed to bring her sisterâs head to Hokkai-ji temple where it was buried.
On October 13, the surviving women arrived to the castle with Hirata KochĂ´ as their leader. They kept fighting and force some of them participated in the defense as sharpshooters.Â
Masako was among the members of the joshigun who survived the castleâs fall. She went afterward went to Hakkodate, Hokkaido.Â
Today, Takekoâs naginata is kept at Hokkai-ji. A statue as been erected in her honor in the town of Aizu. Each year, young women play the role of the jĂ´shigun at the Aizu festival.
Takekoâs death poem, that she had tied to her naginata, was:Â
âI would not dare to count myself among all the famous warriors - even though I share the same brave heartâ.
She was among the last samurai warrior women. Women took arms during the 1877 Satsuma rebellion to prevent the samurai statusâ and privileges from being abolished, but to no avail.
Hereâs the link to my Ko-Fi if you want to support me.
Sources:Â
Shiba Gorô, Remembering Aizu: the testament of Shiba Gorô
âSamurai warrior queensâ documentaryÂ
Wright Diana E., âFemale combatants and Japanâs Meiji restauration: the case of Aizu â
Yamakawa Kikue, Women of the Mito domain
"WhatsApp"
Dia : lo tu sekarang beda yah.. changed banged deh#&*
bukan cowok datar yang dulu suka kasih gw bunga, di tiap special moment.
trus ajak gw nongkrong di depan alfa, beliin gw softdrink.
Orang yg suka nyanyi nyanyi gombal di tiap bonceng motor.
Lo sekarang...beda yah?!#@
Gw : ahahaha..semua hal pasti berubah beb
siang berganti malam, bunga mulai mekar, beras jadi nasi..apa sih yg ga berubah???
Semua berubah lah...ahahahahaha..
Yang ga berubah cuman satu di gw..
Gw selalu kenal lo
Dia : gombal kan..mulai tu gombalnya...
Gw : ahahahahahahaha..lupa beb
Sejenak gw berfikir sebelum bales chat dia
" ya..yang lain berubah, tapi gw ga pernah berubah, lo cuma gaada di samping gw sekarang, mungkin lo pasti selalu inget orang ini selalu begitu kalo lo ada di samping gw...gw orang yg sama..yang selalu begitu buat lo"
( Hizrah Saputra daily book_"HAPPY NEW YEAR 20121"_)
Alien
Yang dingin yang dingin yoo...đ
Patunye dekil banget ehđ...
Gw banget itu sih...
Kata orang Jogja itu Istimewa, saya sepakat. Jogja sudah istimewa di hati saya jauh sebelum takdir membawa saya untuk tinggal di dalamnya.
Tahun 2012, pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Jogja saat acara study tour kelas akhir SMP. Penginapan, Gudeg, Kraton, Borobudur, Prambanan, Monjali dan tiap sudut kota nya yang saya jumpai meninggalkan kesan dan cerita yang manis. Walaupun saat itu tempat-tempat yang dikunjungi adalah tempat mainstrem para turis domestik a.k.a pelajar study tour datang ke Kota Jogja. Hahaha.
Tahun 2018, saya landing di Jogja saat hendak menjenguk Muthi di Solo. Lagi-lagi berkesan sekali. Waktu itu setelah dijemput di Bandara Adi Sutjipto, saya langsung menuju St. Tugu untuk beli tiket kereta prameks menuju Solo. Sambil menunggu jam keberangkatan, saya diajak jalan ke Malioboro, makan eskrim dan foto-foto dijalanan ala turis pada umumnya. Tapi suasana Malioboro yang terekam dalam ingatan saya pada saat itu, jauh berbeda dan sudah banyak berubah dengan suasana Malioboro pada hari ini. Its very memorable. Jogja-Solo-Jogja lagi dan ini baru liburan, saya diajak keliling Jogja dan yang paling terekam adalah jalanan special untuk kendaraan roda dua a.k.a jalan ring road yang terpisah untuk mobil dan motor. Hahaha. Banyak cerita lain yang saya lewati, di beri surprise ulang tahun oleh Bona & Tirta, sampai diantar ke Bandara untuk kembali ke Jakarta.
Tahun 2021, setelah banyak drama dan rencana akhirnya takdir membawa saya kembali ke kota ini, Kota Jogja. Dari banyaknya impian yang pernah saya tulis, sekalipun saya tidak pernah bermimpi untuk sampai dan tinggal lebih lama di kota ini. Tapi seperti ini lah alur kehidupan yang tidak bisa ditebak kemana arahnya, tugas manusia hanya berdoa dan berusaha.
Tepat setahun yang lalu, saya datang ke Jogja dengan harapan dan mimpi yang baru. Mungkin di mata orang, Jogja terkenal istimewa karena Jogja merupakan kota wisata yang tidak pernah sepi pengunjungnya, atau karena saat datang ke Jogja kenangannya tidak akan dilupa atau karena pernah jatuh sekaligus patah hati di kota ini. Hahaha. Tapi menurutku, Jogja istimewa sebab sejarah, budaya, suasana juga orang-orang di dalamnya yang tidak akan pernah saya jumpai di kota lainnya wkwk ya iyalah. Daerah Istimewa is Only Yogyakarta. Itulah sebabnya, saat datang pertama kali yang saya bayangkan selain dari gedung kampus itu adalah how can I learn about Jogja and all the history, traditions, also about culture.
Jogja menjadi daerah istimewa yang dipimpin secara turun-temurun, Jogja memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilayahnya sendiri. Karena pemerintahan Jogja masih tetap berada di tangan Sultan dan Adipati yang bertahta.
Setelah setahun saya hidup di kota ini, saya banyak belajar juga banyak bersyukur. Sebab yang saya lalui ini mungkin jadi mimpi bagi orang lain dan yang saya lalui ini tentu jadi pengalaman juga bekal bagi kehidupan saya dikemudian hari.
After finishing the study and just waiting for graduation, I thought I should spend my time to learning about what I mentioned earlier. Learn everything about Jogja that I dont know before, hehe.
Seperti garis imajiner Jogja yang baru saya tau, yaitu garis yang memanjang dari utara ke selatan yang menghubungkan Gunung Merapi di utara dengan Pantai Parangkusumo ataupun Pantai Parangtritis di selatan melewati Kraton Yogyakarta. Garis ini memiliki makna filosofis yang sangat tinggi di kesultanan tersebut dan menjadi salah satu acuan tata kota dari wilayah yang dilewatinya. Selain itu, keberadaan garis imajiner ini menjadi keunikan tersendiri bagi Kota Yogyakarta dari kota-kota lainnya, termasuk kota-kota peninggalan Kesultanan Mataram yang lain. (source: wikipedia)
Dan setelah saya tahu tentang garis ini, saya langsung coba buka google maps dan mengukur-ukur sendiri hehe. Disaat yang bersamaan, saya berdecak kagum dan ter wah-wah dengan filosofi ini. Setelahnya saya coba jalan dari Tugu Golong Gilig menuju Alun-Alun Utara melewati Keraton lalu ke arah Alun-Alun Selatan dan berakhir melewati Panggung Krapyak. Masya Allah, Jogja semakin istimewa di mata saya. Lain waktu, saya akan coba cerita lebih jauh mengenai filosofi garis imajiner ini. Mudah-mudahan nggak lupa dan nggak mager tentunya. Hahaha.
Merci Jogja, pour cette bonne annĂŠe. Biar agak keren, makasihnya ditulis pake French aja, seperti judulnya; Un an Ă Jogja.
21 Juni 2022
kerja itu yg males berangkat nyađ , nah kalo pergi jalan-jalan yg males itu pulang nyađ..
"pasti momen nya yg bikin suasana mood acak-acakan"
Viral
Video ngintip ABG mandi
Bacađ... power.."semua orang baik, tapi jika lo mau menguji kebaikan seseorang..berikan dia kekuasaan" kutipan Abraham Lincoln..setuju gwđ¤Ł
Blue diamond đ https://www.instagram.com/p/CM54KKRHiTtLDwLnWvkk7JZY0srKaKqpSoI9DQ0/?igshid=nc8iyh2bj42w